Agus Zahid, S.Ag, Pimpinan Media Metrowilis.com |
Penyusun : Agus Zahid, Al Mansuri
Perselisihan terkait nasab Habib Ba'lawi yang sempat menjadi perbincangan hangat selama ini tampaknya telah menemukan titik akhir. Berdasarkan tesis KH Imaduddin Ustman Al Bantani yang telah lebih dari dua tahun lalu dipublikasikan, hingga kini belum ada antitesis atau sanggahan ilmiah yang muncul. Dengan demikian, persoalan ini dianggap selesai. Kini, umat Islam, terutama kaum Nahdliyin, diharapkan dapat menyikapi hal ini dengan bijak.
KH Imaduddin dengan teliti dan tegas menyimpulkan bahwa nasab Habib Ba'lawi tidak tersambung dengan nasab Nabi Muhammad SAW. Penelitiannya terhadap kitab-kitab nasab yang ditulis pengarangnya sejak abad ke-4 hingga ke-8 Hijriah tidak satupun ditemukan nama Ubaidillah bin Ahmad bin Isa sebagai bagian dari garis keturunan Rasulullah. Dalam kitab-kitab tersebut, disebutkan bahwa anak-anak Ahmad bin Isa hanyalah Muhammad, Ali, dan Husen.
Sedangkan Silsilah Ahmad bin Isa (dikenal juga sebagai Ahmad bin Isa Al-Muhajir) yang bersambung kepada Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah SAW melalui jalur Sayyidina Husain adalah sebagai berikut:
1. Ahmad bin Isa Al-Muhajir
2. Isa bin Muhammad An-Naqib
3. Muhammad bin Ali Al-Uraidhi
4. Ali Al-Uraidhi bin Ja'far As-Sadiq
5. Ja'far As-Sadiq bin Muhammad Al-Baqir
6. Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin
7. Ali Zainal Abidin bin Husain As-Syahid
8. Husain bin Ali bin Abi Thalib
9. Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah SAW
Melalui jalur ini, Ahmad bin Isa diyakini merupakan keturunan ke-8 dari Rasulullah SAW melalui Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib.
Jalur ini diterima secara luas oleh para ahli nasab dan sejarawan Islam sebagai jalur nasab yang otentik.
Namun, pada abad ke-9, muncul sebuah kitab berjudul Al-Burqotul Mutsiqoh yang ditulis oleh Habib Ali Asyakron. Dalam kitab ini, untuk pertama kalinya, Ubaidillah dicantumkan sebagai anak Ahmad bin Isa. Hal inilah yang diduga menjadi awal mula pencakokan nasab Habib Ba'lawi kepada garis keturunan Rasulullah SAW. Seiring waktu, berbagai kitab generasi selanjutnya memperkuat klaim ini dengan tambahan-tambahan yang tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW.
KH Imaduddin menegaskan pentingnya kembali kepada kebenaran sejarah agar tidak terjebak dalam kekeliruan yang berulang. Perbedaan pendapat ini diharapkan menjadi momen refleksi untuk memperkuat kerukunan, baik di kalangan umat Islam maupun dengan masyarakat lintas agama.
Fokus pada Persatuan dan Kebersamaan
Perselisihan yang sempat memanas kini telah terselesaikan dengan baik. Saatnya umat Islam kembali menjaga persatuan dan kerukunan. Perbedaan adalah hal wajar, tetapi jangan sampai merusak ukhuwah dan persaudaraan. Dialog yang sehat dan saling pengertian menjadi kunci utama dalam menyelesaikan perbedaan pandangan.
Dengan berakhirnya persoalan ini, masyarakat dapat kembali fokus pada hal-hal yang lebih bermanfaat. "Mari kita jadikan peristiwa ini sebagai pelajaran berharga untuk saling memahami dan memperkuat toleransi di antara kita.
Keberagaman adalah kekayaan bangsa, dan perselisihan yang lalu seharusnya menjadi pengingat akan pentingnya menjaga harmoni dalam kehidupan bermasyarakat.
Hendaknya umat Islam mengambil hikmah dari kejadian ini. Sudah saatnya umat Islam kembali menghidupkan kejayaan sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para tokoh terdahulu, dengan berpegang teguh pada ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.(*)
COMMENTS